Pati, NU OnlineZakat tidak boleh hanya berkutat secara konsumtif, sekali diberikan langsung habis, tapi harus dikembangkan menjadi produktif, artinya mampu meningkatkan kemandirian ekonomi kalangan fakir-miskin dan golongan lain yang membutuhkan.
Rais Syuriyah PCNU Kabpaten Pati KH M Aniq Muhammadun mengatakan, zakat produktif bisa dilakukan dengan beberapa cara. Pertama, dengan menjadikannya sebagai investasi produktif. Hal ini harus dengan izin orang-orang yang berhak menerima zakat(mustahiq).
“Kedua, memberikan modal kerja bagi mustahik yang menjadi pedagang dan memberikan alat-alat kerja bagi mereka yang membutuhkan alat tersebut untuk kerja,” tambahnya dalam acara seminar “Manajemen Zakat Produktif” yang diadakan Prodi Manajemen Zakat Wakaf Institut Pesantren Mathali’ul Falah (Ipmafa) Pati dan Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Pati, di Pati, Jawa Tengah.
Ketiga, lanjut Kiai Aniq Muhammadun, usaha-usaha produktif yang dilakukan terlebih dahulu mengambil utang kemudian orang yang berutang berhak menerima zakat untuk membayar utangnya atas nama gharim (orang yang berutang) dengan syarat utangnya untuk kemaslahatan umum (maslahah ‘ammah). Cara ketiga ini dilakukan dalam hal-hal yang benar-benar menjadi kebutuhan umum, misalnya membangun rumah sakit khusus fakir-miskin.
Supaya tiga cara zakat produktif ini berjalan dengan sukses, maka dibutuhkan manajemen yang transparan, akuntabel, dan professional. Peran lembaga amil zakat, infak dan sedekah dalam hal ini sangat urgen guna menumbuhkan kepercayaan masyarakat.
Menurut Mumu Mubarak, Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Pati dan Direktur LKS Arta Mas Abadi, lembaga amil zakat, infak dan sedekah harus memastikan bahwa sumber dana dan alokasi dana berjalan secara transparan, akuntabel, dan efektif. Orang-orang yang memberikan zakat (muzakki) membutuhkan laporan keuangan secara berkala, detail, transparan, dan akuntabel.
“Lembaga amil zakat ini harus berisi orang-orang yang jujur (amin) dan  memahami betul hal-hal yang terkait dengan zakat. Integritas dan kapabilitas lembaga amil zakat ini sangat menentukan kesuksesan lembaga ini di tengah bobroknya moral bangsa sekarang,” ujarnya.
Dalam konteks ini, katanya, lembaga amil zakat, infak dan sedekah (Lazis) perlu belajar kepada lembaga yang sudah teruji rekam jejaknya, seperti Dompet Dhuafa dan Rumah Zakat. Kedua lembaga ini mampu mendapatkan dana filantropi (zakat, infak, sedekah, dan wakaf) dalam jumlah yang sangat besar sehingga bisa melaksanakan banyak program strategis, seperti memberikan beasiswa pendidikan, santunan fakir-miskin, pelatihan kewirausahaan, modal kerja, mendirikan rumah sakit, dan lain-lain yang bermanfaat pada kalangan lemah.
Prodi Manajemen Zakat Wakaf Ipmafa sudah menjalin kerja sama dengan FOZ (Forum Organisasi Zakat), Lazisnu PBNU, dan Dompet Dhu’afa di bidang beasiswa, riset, dan magang untuk memberikan kompetensi professional kepada para mahasiswa.(Red: Mahbib)
Sumber: NU Online
Share To:

Post A Comment:

1 comments so far,Add yours

  1. Pertanyaannya: mengapa saat ini banyak sekali lembaga zakat yang ada di Indonesia ini? Apakah semua badan zakat tersebut sudah sesuai dengan aturan syari

    ReplyDelete