Oleh Zaenurrosyid
MENYOAL dinamika wakaf, tujuan yang akan dicapai adalah terwujudnya kemakmuran dalam beragam aspek kehidupan masyarakat. Harta perlu dikelola dengan baik oleh nadhir (pengelola) yang terpercaya.
Ada beberapa kendala dalam pengembangan wakaf, di antaranya keberanian pengelola memahami wakaf untuk diarahkan pada bentuk pengembangan produktif dengan rujukan mazhab yang lebih moderat, Imam Hanafi misalnya.
Bentuk pengembangan model mudharabah dari aset wakaf belum tampak dioperasionalkan lebih luas, karena kekhawatiran hilangnya aset wakaf.
Padahal, dalam hal pengembangan harta benda ada mekanisme tambahan yang dapat dipahami dan dijalankan guna menjamin keutuhan harta benda yang dibisniskan, seperti asuransi dan model pengamanan keutuhan harta yang lain. Setidaknya, dalam bidang muamalah, pengembangan aset wakaf ada dua macam model investasi yang dapat dikembangkan.
Pertama investasi internal berupa akad atau pengelolaan proyek investasi wakaf yang dibiayai dari dana wakaf sendiri. Kedua investasi eksternal, yakni investasi dana atau barang wakaf yang menyertakan modal pihak luar atau bekerja sama dengan pihak luar.
Bentuk-bentuk transaksi demikian dibenarkan dan dibolehkan oleh syariat dan dapat dikembangkan dalam wilayah wakaf. Abu Zaid (2000: 52) menyodorkan pandangan dalam mengembangkan investasi harta wakaf pada dua ragam, yaitu investasi mandiri dan investasi dengan menggandeng mitra.
Investasi mandiri adalah investasi yang dilakukan oleh nadhir wakaf secara mandiri dengan mengandalkan kepada sumber daya yang ada pada lembaga wakaf. Model mengembangkan mitra bisnis dalam pendayagunaan kapital yang dimiliki.
Dengan keterbukaan model pengembangan yang luas ini, masih diperkukuh lagi dengan hadirnya Undang-Undang Wakaf Nomor 41/2004. Undang-undang ini memberikan legalitas hukum untuk para pengelola wakaf dalam mengembangkan besaran hasil dari pengelolaan wakaf.
Dengan begitu, model ini lebih membuka peluang kemungkinan kemanfataan wakaf yang lebih luas dan besar pada semua lini kebutuhan umat. Adapun dalam mengembangkan kewirausahaan aset wakaf yang lain adalah pada faktor kemampuan pengelola wakaf.
Ini menuntut pentingnya kemampuan para nadhir pengelola wakaf. Kemampuan berwirausaha dengan modal harta wakaf menjadi sebuah keniscayaan dalam mengembangkan aset wakaf. Tidak mudah mengembangkan aset wakaf, ketika model pengelolaannya masih sangat tradisional, masih dengan model-model yang konsumtif baik untuk masjid, madrasah dan kuburan.
Aset wakaf ini akan lebih berkembang jika model pengembangannya diarahkan dalam wilayah bisnis yang lebih prospektif. Saat ini, sudah ada keberanian mengelola wakaf secara profesional dengan merintis lembaga-lembaga yang mandiri.
Namun, jumlah dan gerakannya masih terkesan lamban. Karenanya, sentuhan wirausaha dalam tata kelola wakaf sangat penting untuk digerakkan secara lebih masif. (*Penulis adalah dosen Ipmafa Pati dan praktisi filantropi Islam- Nusantara/H15-52)
Sumber: Suara Merdeka
Share To:

Post A Comment:

1 comments so far,Add yours