Kemiskinan merupakan kondisi seseorang atau keluarga yang tidak dapat memenuhi kebutuhan pokoknya dengan baik. Pada umumnya, kemiskinan disebabkan oleh Laju pertumbuhan penduduk, angkatan kerja, penduduk yang bekerja dan pengangguran, tingkat pendidikan rendah, kurang perhatian pemerintah, dan distribusi barang yang tidak merata. Kemiskinan mengakibatkan banyaknya pengangguran, kriminalitas meningkat, putus sekolah, kesehatan sulit diakses, yang paling parah adalah buruknya generasi penerus bangsa.
Berdasarkan berita resmi Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis 18 Juli 2016. Di Indonesia jumlah penduduk miskin dan penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan pada Maret 2016 mencapai 28,01 juta jiwa atau sebesar 10,86 persen dari total jumlah penduduk Indonesia.
Salah satu faktor penyebab kemiskinan yang paling penting adalah tingkat perekonomian rakyat yang lemah, tidak dapat berdaya saing, dan pada umumnya warga miskin memiliki keterbatasan  mengakses permodalan melalui perbankan. 
Berbagai solusi dan upaya dari pemerintah pun banyak dilakukan untuk meminimalisir angka kemiskinan tersebut. Namun apadaya pemerintah, kalau tidak berbanding lurus dengan kesadaran masyarakatnya untuk bangkit dari kemiskinan menuju kesejahteraan. Salah satu indikator masyarakat sejahtera adalah masyarakat yang kuat secara ekonomi.
Sebagai umat beragama Islam, penulis memiliki keyakinan, terutama dalam alquran sudah diwajibkan, bagaimana manusia dapat meraih kesejahteraan hidup didunia dan akhirat. Salah satunya adalah dengan mendirikan shalat dan menunaikan zakat ( Q.S. An-Nisa ayat 77 yang artinya: ”Laksanakanlah shalat dan tunaikanlah zakat ). Kalau untuk shalat, itu urusan seseorang dengan tuhannya (hablumminallah), sedangkan zakat sangat erat kaitannya dengan hubungan manusia dengan manusia/sosial masyarakat (hablum minannas).
Sementara itu, Konvensi ILO169 tahun 1989 memberi definisi ekonomi kerakyatan adalah ekonomi tradisional yang menjadi basis kehidupan masyarakat lokal dalam mempertahankan kehidupannnya, yang dikembangkan berdasarkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat lokal dalam mengelola lingkungan dan tanah mereka secara turun temurun.
Aktivitas ekonomi kerakyatan ini terkait dengan ekonomi subsisten antara lain pertanian tradisional seperti perburuan, perkebunan, mencari ikan, dan lainnnya kegiatan di sekitar lingkungan alamnya serta kerajinan tangan dan industri rumahan. Kesemua kegiatan ekonomi tersebut dilakukan dengan pasar tradisional dan berbasis masyarakat, artinya hanya ditujukan untuk menghidupi dan memenuhi kebutuhan hidup masyarakatnya sendiri. Kegiatan ekonomi dikembangkan untuk membantu dirinya sendiri dan masyarakatnya, sehingga tidak mengeksploitasi sumber daya alam yang ada.
Masalahnya saat ini, masyarakat dihadapkan kepada beberapa kesulitan dalam mengembangkan ekonomi kerakyatan. Salah satu faktornya ketersediaan modal, dan alat kerja untuk berdaya saing dalam meraih kesejahteraan hidup masyarakat.  Tentu saja apabila mereka (masyarakat miskin) dapat memperkuat perekonomiannya, populasi jiwa atau prosentase angka kemiskinan tadi dapat berkurang.
Zakat Produktif, Modal Penguatan Ekonomi Kerakyatan, secara  bahasa, zakat berasal dari bahasa Arab yang berarti suci, bertambah dan berkembang, berkah, dan terpuji. Sedangkan secara istilah syara, zakat berarti suatu bentuk ibadah kepada Allah SWT dengan mengeluarkan sebagian hartanya dan hukumnya wajib untuk dikeluarkan sesuai aturannya dan diberikan kepada golongan-golongan tertentu yang berhak menerimanya.
Bantu Si Miskin
Zakat merupakan salah satu instrumen yang berperan membantu masyarakat miskin agar mudah mengakses modal dengan memberikan pendayagunaan yang bersifat produktif.  Zakat Produktif, adalah distribusi zakat yang bersifat  menghasilkan yang berarti memberikan zakat kepada fakir miskin/mustahik untuk dijadikan modal usaha untuk membantu memperkuat perekonomian masyarakat yang berhak menerima zakat.
Namun tentu saja banyak kendala yang dihadapi dalam menerapkan sistem pengelolaan zakat produktif ini kepada masyarakat secara luas. Terlebih pada pemahaman bahwa Zakat adalah alat beribadah kepada sang kholik dengan cara saling membantu sesama manusia dalam upaya mencapai keselamatan di dunia dan akhirat bersama-sama.
Secara logika, konsep sederhana zakat produktif ini apabila melihat data BPS tadi akan terkumpul dana yang dapat membantu menuntaskan kemiskinan di Indonesia. Misalkan, sebanyak 28,01 juta jiwa atau sebesar 10,86 % dari jumlah penduduk Indonesia adalah mustahik (orang yang berhak menerima zakat), artinya 89.14% atau sebanyak 249,2 juta jiwa penduduk wajib mengeluarkan zakat.
Jika dianggap 249,2 Juta berpenghasilan 10 juta, artinya mereka wajib mengeluarkan zakat sebesar Rp. 250.000,- (Perhitungan Penghasilan profesional oleh mayoritas ulama dikategorikan sebagai jenis harta wajib zakat berdasarkan analogi (qiyas) atas kemiripan (syabbah) terhadap karakteristik harta zakat yang telah ada/dompet dhuafa). Artinya akan terkumpul dana sebesar Rp. 62.250 T, yang dapat menjadi modal bagi sebanyak 28 jiwa juta penduduk Indonesia yang berasa di garis kemiskinan.
Rais Syuriyah PCNU Kabupaten Pati KH M Aniq Muhammadun dalam acara seminar “Manajemen Zakat Produktif” yang diadakan Prodi Manajemen Zakat Wakaf Institut Pesantren Mathaliul Falah (Ipmafa) Pati dan Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Pati, di Pati, Jawa Tengah. 
Ia mengatakan, zakat produktif bisa dilakukan dengan tiga cara yakni; menjadikan Zakat sebagai investasi produktif,  Zakat sebagai modal dan alat kerja bagi mustahik, dan yang ketiga Zakat untuk orang yang berutang (Gharim) dengan syarat utangnya untuk kemaslahatan umum (maslahah ammah), ketiga hal tadi tentu saja harus dengan izin orang-orang yang berhak menerima zakat (mustahiq).
Supaya tiga cara zakat produktif ini berjalan dengan sukses, maka dibutuhkan manajemen yang transparan, akuntabel, dan professional. Peran lembaga amil zakat, infak dan sedekah dalam hal ini sangat urgen guna menumbuhkan kepercayaan masyarakat.
Pengelolaan zakat produktif sebagai model dan modal penguatan ekonomi kerakyatan harus memiliki orientasi keberlanjutan (sustainable), artinya program zakat produktif memiliki target, orientasi dan pendistribusian zakat yang tepat sasaran, sehingga pengentasan kemiskinan di Indonesia tak terelakkan. 
Penulis bekerja di LazisNU
Sumber: http://netralitas.com/kolom/read/11651/zakat-produktif-modal-penguatan-ekonomi-kerakyatan
Share To:

Post A Comment:

0 comments so far,add yours