Tanya:
Hasil tangkapan ikan nelayan di pesisir utara Jawa, seperti Jepara, Pati, dan Rembang, apakah terkena wajib zakat?
(Farhan, Jepara)
Jawab:
Ikan hasil tangkapan nelayan kadang mencapai hasil besar. Terlebih ketika dikelola oleh perusahaan besar yang peralatannya lengkap. Maka tidak etis jika dibebaskan dari hak yang diwajibkan padanya. Status ikan laut ini disamakan dengan status tambang, tanaman, dan lain-lain.
Abu Ubaid meriwayatkan dari Yunus bin Ubaid yang berkata: Umar bin Abdul Aziz menulis kepada gubernurnya di Oman: ”Supaya tidak mengambil dari ikan sesuatu sehingga mencapai 200 dirham (senilai satu nishab zakat emas-perak). Jika sudah sampai 200 dirham maka ambillah darinya zakat.”
Hal ini juga diriwayatkan dari Imam Ahmad. Menurut Imamiyyah, dalam ikan ada zakat seperlima karena menurut pandangan mereka ikan disamakan dengan rampasan perang.
Pendapatan senilai zakat emas seperti keterangan terdahulu adalah 77,50 gram emas murni (Syekh Yusuf al-Qaradlawi, Fiqhuz Zakah, 2006, Dampar Lirboyo, 2013). Sebenarnya, hasil laut tidak hanya ikan. Bahkan banyak sekali yang bernilai mutiara, juga ambar yang salah satu macamnya bisa mencapai seribu mitsqal.
Mazhab Imam Abu Hanifah dan murid-muridnya, Hasan bin Shalih, dan Mazhab Zaidiyyah dari golongan Syiah berpendapat bahwa dalam hal ini tidak wajib mengeluarkan zakat. Ibn Abbas yang awalnya mengatakan tidak wajib zakat, kemudian beralih kepada pendapat yang mewajibkan zakat seperlima jika mencapai satu nishab.
Kewajiban mengeluarkan zakat seperlima dari ambar dan lu’lu’juga diriwayatkan dari sebagian tabiin. Hal ini disampaikan Abu Ubaid dari Hasan al-Bashri dan dari Ibn Syihab az-Zuhri. Mazhab Imam Abu Yusuf: ambar dan semua yang dikeluarkan dari mutiara laut wajib dikeluarkan zakat seperlima.
Satu riwayat dari Imam Ahmad: mutiara laut wajib zakat karena ia keluar dari tambang, yaitu keluar dari tambang laut. Jika hasil laut tidak termasuk kategori rampasan secara syara’, maka ia disamakan dengan tambang darat karena sama-sama harta. Sehingga, hasil laut ada kewajiban mengeluarkan zakat yang disamakan dengan kekayaan tambang dan hasil tanaman.
Adapun kadar yang harus dikeluarkan berdasarkan musyawarah para pakar dengan mempertimbangkan kesukaran dan kerja keras serta ongkos yang dikeluarkan. Dari banyak pertimbangan ini yang dikeluarkan zakatnya mungkin 2,5 %, 5 %, atau 10 % (Syekh Yusuf al-Qaradlawi, Fiqhuz Zakah, 2006).
Dalam konteks ini, pendapat paling moderat adalah hasil laut, khususnya ikan, wajib mengeluarkan zakat jika dalam proses mencari ikan di laut ini bertujuan untuk berdagang, yakni sengaja dijual lagi untuk mendapatkan keuntungan. Jika harta yang terkumpul sudah mencapai satu nishab emasperak dan sudah satu tahun maka wajib mengeluarkan zakat 2,5 %.
Jika tidak sampai satu nishab maka tidak wajib zakat. Dalam konteks ini, yang wajib mengeluarkan zakat ikan laut adalah para bos kapal yang memperoleh pendapatan besar . Para bos kapal inilah yang harus mencatat pendapatan secara detail supaya bisa mengetahui apakah harta yang terkumpul sudah satu nishab dan berapa zakat yang harus dikeluarkan.
Bagi pekerja atau buruh yang bekerja keras biasanya hanya memperoleh pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarga. Masih jauh dari kriteria wajib zakat bagi para buruh. Meskipun begitu bila sudah mempunyai uang satu nishab dalam satu tahun maka ia wajib mengeluarkan zakat. (H15-10)
Sumber: Suara Merdeka
Share To:

Post A Comment:

0 comments so far,add yours