Tanya:
Siapa yang dimaksud muallaf dan riqab pada era sekarang yang layak disebut sebagai pihak yang berhak menerima zakat?
—Imam, Rembang
Jawab:
PERTANYAAN ini sangat menarik, mengingat sekarang ini kondisi umat Islam sedang terjajah secara pemikiran, ekonomi, politik, dan budaya, sehingga harus diperkuat keimanan dan ekonominya supaya agama dan umat terbaik ini bisa menjadi pemimpin dunia yang membawa rahmat bagi seluruh alam.
Muallaf qulubuhum adalah orang yang dibujuk hatinya supaya condong kepada Islam atau tetap memegang Islam, atau mencegah kejelekan mereka dari orang-orang Islam, atau mengharap kemanfaatan mereka atau menolong mereka menghadapi musuh dan lain-lain.
Muallaf qulubuhum dibagi menjadi enam. Pertama, orang yang ketika diberi zakat diharapkan masuk Islam, apakah dirinya langsung atau kaumnya, atau keluarganya, seperti Shafwan bin Umayyah yang diberi jaminan keselamatan oleh Nabi pada waktu perang pembebasan Makkah.
Nabi memberinya banyak unta sampai ia masuk Islam dengan baik. Kedua, orang yang dikhawatirkan kejelekannya atau diharapkan dengan memberinya zakat ia tidak melakukan kejelekan dan kejelekan orang lain bersamanya. Ketiga, orang yang baru masuk Islam.
Ia diberi zakat supaya teguh memegang Islam. Keempat, golongan dari pemimpin dan pembesar orang-orang Islam di mana mereka mempunyai teman-teman pemimpin dari orang-orang kafir. Jika diberi zakat, maka diharapkan teman-teman mereka yang kafir akan masuk Islam. Keempat, pemimpin orang-orang Islam yang masih lemah imannya, mereka diikuti kaumnya.
Jika mereka diberi zakat, maka diharapkan Islam mereka tetap, iman mereka bertambah kuat, dan mereka berani berjuang untuk Islam dan lain-lain. Kelima, orang-orang yang berada di perbatasan negara musuh. Mereka diberi zakat supaya mereka mampu menghadapi musuh ketika diserang. Keenam, golongan muslim yang dibutuhkan untuk memungut zakat.
Mereka diberi zakat untuk membantu (Syekh Yusuf Al- Qardlawi, Fiqhuz Zakah,2006, Syekh Nawawi Al-Jawi, At-Tausyih, Syekh Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, 2007). Ada yang berpendapat bahwa zakat untuk muallaf qulubuhum sudah hilang karena Islam sudah kuat dan tersebar di berbagai penjuru dunia.
Ini adalah anggapan yang salah, karena merombak (naskh) hukum hanya milik Allah dengan jalan Nabi yang diberi wahyu. Maka, tidak ada perombakan hukum kecuali pada masa Nabi dan turunnya wahyu. Ada tiga argumentasi yang dikemukakan.
Pertama, tujuan zakat muallaf qulubuhum adalah mencintai Islam supaya orang-orang selamat dari neraka, tidak hanya menolong Islam. Kedua, nash dalam Alquran yang menjelaskan muallaf qulubuhum tidak dibatasi apa pun, tapi secara mutlak. Oleh karena itu, membatasi muallaf ketika Islam dan umat Islam masih lemah adalah pembatasan yang tidak ada hujjahnya dan menentang hikmah syaraí.
Pada era sekarang justru kita melihat negara-negara kuat membantu negara-negara kecil. Imam Thabari berkata: ìSesungguhnya Allah menjadikan sedekah dalam dua hakikat makna, yaitu menutup kekurangan umat Islam dan menolong serta menguatkan Islam.
Ketiga, situasi dan kondisi pasti berubah. Umat Islam sampai sekarang belum menjadi pemimpin dunia. Umat Islam sekarang diuji dengan penyakit wahn (cinta dunia dan benci mati). Maka justru sekarang ini umat Islam sedang lemah imannya yang memperbolehkan untuk memberikan zakat atas nama muallaf qulubuhum (Syekh Yusuf Al- Qardlawi, Fiqhuz Zakah, 2006).
Standar kualitas terakhir yang diturunkan Allah kepada umat Islam dengan nonmuslim, yaitu satu banding dua, masih jauh dari realitas. Hal inilah yang harus dipacu dengan cepat supaya umat Islam melaju dengan kencang dengan kualitas tinggi.
Dalam konteks sekarang ini, bagian muallaf qulubuhum diberikan kepada sebagian negara nonmuslim supaya mereka berada dalam barisan negara-negara Islam, atau membantu sebagian gerakan dan organisasi dan kelompok supaya mereka mencintai Islam, atau menyandarkan kepada penduduk Islam, atau membeli sebagian pena dan lisan mereka karena penolakannya terhadap Islam dan persoalan- persoalan umatnya. Sedangkan riqab adalah budak laki-laki (‘abd) dan perempuan (amat). Maksudnya adalah membebaskan budak dengan dua jalan. ”
Pertama, budak mukatab (budak yang sudah sepakat dengan majikannya akan dibebaskan dengan membayar cicilan sampai tuntas) diberi zakat untuk bebas dari status budaknya sesuai kesepakatan dengan majikannya. Pendapat ini disampaikan Imam Abu Hanifah, Imam Syafii dan murid-muridnya. Kedua, membeli budak dengan harta zakat kemudian membebaskan mereka atau seseorang membeli budak dengan temannya atau penguasa membeli budak dengan harta zakat kemudian membebaskannya.
Pendapat inilah yang masyhur disampaikan Imam Malik, Imam Ahmad dan Imam Ishaq. Menurut pendapat yang benar, redaksi ayat mengandung dua makna di atas, yaitu membantu memerdekakan budak dan membebaskannya. Ini membuktikan bahwa Islam adalah agama pertama yang mengutuk perbudakan dan berusaha semaksimal mungkin untuk menghilangkannya di muka bumi secara bertahap. (H15-24)

Sumber: Suara Merdeka
Share To:

Post A Comment:

0 comments so far,add yours