Prodi Manajemen Zakat Wakaf Institut Pesantren Mathaliul Falah (Prodi Zawa IPMAFA) Pati bekerjasama dengan Pondok Pesantren Darun Najah Ngemplak Kidul Margoyoso Pati asuhan KH. Muslich Abdurrahman menggelar bedah buku karya Dr. Jamal Ma’mur Asmani, MA yang berjudul “Peran Pesantren Dalam Kemerdekaan dan Membela NKRI” (14/4/2016). 

Narasumber yang didatangkan adalah KH. M. Aniq Muhammadun, Rais Syuriyah PCNU Pati, Mushahhih Bahtsul Masail PBNU, dan Pengasuh PP. Mamba’ul Ulum Pakis Tayu Pati bersama penulis Dr. Jamal Ma’mur Asmani, MA yang kebetulan menjadi Ketua Program Studi Zakat dan Wakaf IPMAFA.

KH. Muslich Abdurrahman berharap bedah buku ini bermanfaat untuk para santri, sehingga mereka termotivasi untuk belajar dan berlatih menulis untuk meneruskan tradisi ulama-ulama zaman dulu, seperti Syekh Nawawi al-bantani, Syekh Mahfudh at-Tarmasi, Syekh Ihsan Jampes dan Syekh Sahal Mahfudh al-Hajaini.

KH. M. Aniq Muhammadun mengatakan, pesantren berbeda dengan pendidikan yang lain. Pesantren mendidik para santri, tidak hanya lewat teori dan ucapan saja, tapi dibuktikan dalam tindakan. Sehari-hari para santri hidup bersama kiai melihat dan merekam perilaku kiai sebagai teladan. Apa yang diajarkan kiai diamalkan kiai, sehingga sinar ilmunya menembus hati dan jiwa santri.

Transformasi keilmuan di pesantren diikuti dengan transformasi moral dan semangat juang. Misalnya, dalam konteks perempuan, menurut Kiai Aniq, pesantren mempunyai aturan yang jelas sehingga perempuan dijaga kehormatannya, seperti menutup aurat dan adanya pelindung saat bepergian, apakah mahram atau sekelompok wanita yang tepercaya. Jika ini dilakukan, kemungkinan kecil santri terjebak dalam trafficking (perdagangan perempuan) yang sedang ramai sekarang ini. Santri-santri putri tetap aman dan terhindar dari kemaksiatan.

Dalam diri pesantren juga tertanam kuat cinta tanah air sesuai motto “hubbul wathan minal iman”, cinta tanah air termasuk tanda iman. Dalam rangka menanamkan nasionalisme, lanjut K. Aniq, Kiai Hasyim Asy’ari melarang para santri memakai celana supaya mereka benci dan mempunyai semangat mengusir penjajah. Bersama-sama tokoh nasionalis, seperti Soekarno dan Jendral Sudirman, Kiai Hasyim dengan laskar Hizbullah dan Sabilillah mengobarkan semangat kemerdekaan, sehingga kemerdekaan bisa diraih bangsa.

Dalam rangka mempertahankan kemerdekaan, Kiai Hasyim mengeluarkan resolusi jihad yang mewajibkan umat Islam mengangkat senjata untuk melawan Belanda yang akan merebut kembali kemerdekaan yang sudah diraih bangsa Indonesia. Para santri terpanggil dan akhirnya pecah perang 10 November 1945 yang sangat heroik dengan hasil yang luar biasa, para santri mampu menjadi garda depan kemerdekaan bangsa sebagai bukti cinta mereka kepada tanah air tercinta, tempat mereka lahir dan tumbuh berkembang.

Dr. Jamal Ma’mur, MA, penulis buku mengemukakan, bahwa pesantren mampu mengemban tugasnya, baik di bidang agama dengan membangun karakter, pendidikan dengan mengajari berbagai ilmu keagamaan dan kemasyarakatan, social-ekonomi dengan memberdayakan masyarakat, budaya dengan melakukan islamisasi budaya sehingga terjadi integrasi agama dan budaya, dan politik kebangsaan dengan peran-peran kebangsaan pra dan pasca kemerdekaan.

Kemampuan pesantren mengemban tugas besar ini tidak lepas dari kemampuan para kiai memahami agama secara mendalam dan memahami psikologi-antropologi masyarakat, sehingga strategi dakwahnya disesuaikan dengan kultur masyarakat. Buku ini menunjukkan bahwa pesantren terbukti mampu memberikan kontribusi besar bagi kemerdekaan bangsa dan terus mengawal NKRI sebagai harga mati. NKRI adalah konsensus nasional yang membawa kemaslahatan nyata bagi seluruh elemen bangsa dengan umat Islam sebagai mayoritas.

Peran pesantren ini harus terus digalakkan ke depan. Semangat intelektualitas santri harus didinamisir supaya lahir pemikir-aktivis santri dengan kapasitas dan mobilitas tinggi seperti KH. MA. Sahal Mahfudh, KH. A. Mustafa Bisri, KH. Ma’ruf Amin dan KH. Said Aqil Siraj. Selain itu, visi sosial dan politik kebangsaan santri juga harus diasah dengan pemberdayaan ekonomi kerakyatan, peningkatan kualitas pendidikan, dan perlindungan kepada orang-orang yang membutuhkan, khususnya kaum miskin-papa.

Potensi zakat harus dimaksimalkan untuk mewujudkan idealisme besar ini, sehingga para santri harus memahai konsep zakat dan mengembangkannya secara dinamis dan kontekstual. Potensi radikalisme agama harus dieliminir pesantren dengan kaidah-kaidah fiqhnya yang dimaknai secara kontekstual, seperti al-adatu muhakkamah, budaya menjadi sumber hokum, jalbul maslahah wa darul mafsadah, mendatangkan kemaslahatan dan menolak kerusak, dan lain-lain. Kekayaan intelektual pesantren menjadi mata air yang tidak habis dikaji untuk merespons tantangan zaman demi kebangkitan bangsa di masa depan.
Share To:

Post A Comment:

0 comments so far,add yours