Oleh : Mumu Mubarok, S.S., M.EI
Iklim kebebasan berekspresi pasca reformasi, nampaknya menjalar juga pada meningkatnya animo dan antusiasme umat dalam mengekpresikan aktivitas beribadah secara leluasa.
Kewajiban berjilbab bagi kaum muslimah sudah tidak sebatas menjalankan kewajiban menutup aurat, namun sudah menjadi trend dalam berbusana bahkan menjadi industri yang mendatangkan pundi-pundi rupiah. Antusiasme dalam menjalankan ibadah Sholat dan puasa ditunjukkan dengan maraknya pelatihan atau kursus sholat khusu dan terapi puasa untuk kesehatan. Tak ketinggalan ibadah haji dan umroh pun menjadi ibadah yang bergengsi bahkan menjadi life style di kalangan umat ditunjukkan dengan tingginya minat untuk melaksanakan ibadah haji dan umroh serta maraknya biro perjalanan haji dan umroh.
Namun tidak demikian halnya dengan Ibadah zakat. Antusiasme umat dalam berzakat belum menunjukkan kondisi yang menggembirakan. Terlebih kalau dilihat dari manajemen zakat yang dilakukan oleh umat, seringkali dilakukan secara individual dan konvensional sehingga kurang berdampak pada peningkatan kapasitas ekonomi si penerima.
Padahal apabila dikaji lebih mendalam, ibadah zakat memiliki hikmah sosial yang luar biasa. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al Ashbahany, Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah SWT telah mewajibklan atas hartawan muslim suatu kewajiban zakat yang dapat menanggulangi kemiskinan. Tidaklah mungkin terjadi seseorang menderita kelaparan atau kekurangan pakaian kecuali oleh sebab kebakhilan para hartawan muslim. Ingatlah sesungguhnya Allah akan menghisab mereka dengan perhitungan yang keras dan mengazab dengan siksaan yang pedih.”
Hadits diatas memiliki dua makna. Pertama, kemiskinan dan kefakiran yang dialami sebagian umat bukan semata-mata disebabkan oleh kemalasan mereka dalam bekerja, akan tetapi akibat pola kehidupan yang timpang dan tidak adil serta tidak adanya kepedulian sosial dari orang kaya terhadap orang miskin. Kedua, Ibadah zakat yang dijalankan dengan kesadaran dan manajemen yang profesional, Insya Allah akan menjadi alternatif solusi masalah kemiskinan serta mengurangi kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin.
Kemiskinan di negeri kita memang merupakan permasalahan yang tak kunjung selesai. Berbagai program yang dicanangkan baik oleh pemerintah maupun swasta untuk mengentaskan kemiskinan, belum mampu menyelesaikan masalah kemiskinan secara signifikan, bahkan jumlah penduduk miskin kian bertambah. Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan, penduduk miskin di Indonesia per Maret 2015 mencapai porsi porsi 11,22% atau 28,59 juta penduduk. Ironisnya, apabila dibandingkan dengan data per September 2014, jumlah tersebut naik 0,26 % atau jumlah penduduk miskin bertambah sebanyak 860 ribu orang dalam kurun waktu 6 bulan.
Di sisi lain, Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam dengan sendirinya memiliki potensi zakat terutama zakat maal yang sangat besar, strategis dan potensial. Berdasarkan hasil penelitian Institut Pertanian Bogor (IPB) yang bekerja sama dengan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), Indonesia memiliki potensi 217 triliun rupiah dari hasil pengumpulan zakat setiap tahunnya. Potensi tersebut jauh lebih besar jika dibandingkan dengan potensi zakat di beberapa negara Islam seperti : Jordania, Kuwait, Mesir, Arab Saudi, dan Pakistan. Namun potensi yang besar tersebut belum dapat dikelola secara optimal, baru sekitar 1 % nya saja yang dikelola, sehingga hikmah dan manfaat zakat belum dirasakan oleh para mustahiq.
Kondisi besarnya potensi zakat dan tingginya angka kemiskinan, sesungguhnya dapat disinergikan dengan harapan zakat bisa menjadi solusi alternatif dalam mengatasi kemiskinan di negeri kita. Setidaknya ada tiga faktor yang dapat diupayakan untuk mewujudkan harapan tersebut.
Pertama, kesadaran umat dalam berzakat. Diperlukan kesadaran bahwa zakat merupakan salah satu ibadah yang difardlukan sama halnya dengan sholat, puasa, haji, dan ibadah fardlu lainnya. Zakat memiliki dimensi vertikal (hablun minallah) sebagai manifestasi ketaatan kepada Allah SWT, dan dimensi horisontal (hablun minannas). Pada dimensi hablun minannas, zakat memiliki dimensi moral, sosial, dan ekonomi.
Dalam bidang moral, zakat mampu mengikis habis ketamakan dan keserakahan golongan kaya. Dalam bidang sosial, zakat bertindak sebagai alat khusus untuk menghapuskan kemiskinan dari masyarakat dengan menyadarkan si kaya akan tanggung jawab sosialnya. Dalam bidang ekonomi, zakat mencegah penumpukan kekayaan yang tidak wajar dalam tangan segelintir orang dan memungkinkan kekayaan untuk disebarkan sebelum sempat menjadi besar dan sangat berbahaya di tangan para pemiliknya.
Pemahaman yang tak kalah penting adalah kesadaran bahwa harta hanyalah titipan yang di dalamnya ada hak-hak orang lain. Zakat merupakan mekanisme mengeluarkan hak-hak orang lain dari harta yang kita pegang saat ini. Mengeluarkan zakat, selain menyebabkan harta menjadi berkah dan berkembang, juga akan mengasah kepedulian sosial antar sesama.
Kedua, Lembaga pengelola zakat yang amanah dan profesional. Kelahiran UU No. 38 tahun 1999 dan UU No. 23 tahun 2013 tentang Pengelolaan Zakat, telah membawa angin segar bagi optimalisasi pengelolaan zakat di Indonesia. Lembaga pengelola zakat berperan menghimpun dan mendistribusikan dana zakat dari para muzakki (wajib zakat) kepada mustahiq (yang berhak menerima zakat). Dengan adanya sebuah lembaga, maka zakat yang dihimpun dari masyarakat akan semakin besar baik jumlah maupun manfaatnya.
Lembaga pengelola zakat pun berperan sebagai pendamping dan pembina bagi para mustahiq dalam mendayagunakan dana zakat khususnya pemberdayaan zakat produktif agar dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Hal ini dimaksudkan agar para mustahiq tidak selamanya berada dalam kungkungan kemiskinan, melainkan dapat meningkatkan status mereka menjadi muzakki. Peranan lain dari lembaga pengelola zakat adalah membantu para muzakki untuk menyalurkan dana zakatnya secara akurat, tepat sasaran, dan bernilai lebih.
Ketiga, Studi khusus tentang manajemen zakat. Munculnya perguruan tinggi yang menyelenggarakan studi khusus tentang manajemen zakat merupakan langkah positif bagi optimalisasi zakat. Studi khusus manajemen zakat diperlukan guna mencari formula yang efektif dalam mengelola zakat baik yang akan digunakan oleh umat secara individu maupun lembaga pengelola zakat.
Kehadiran studi manajemen zakat di perguruan tinggi dapat berpengaruh secara signifikan bagi akselerasi terbangunnya kesadaran umat dalam berzakat dan menciptakan manager serta kader-kader penggerak Lembaga Pengelola Zakat yang militan, handal, dan profesional.
*) Penulis adalah Dosen STAI Mathali’ul Falah Pati dan Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Daerah Pati

Share To:

Post A Comment:

0 comments so far,add yours