“Dalam Alquran dijelaskan bahwa orang-orang yang berjuang akan diangkat derajatnya dibanding mereka yang berpangku tangan dan pasif melihat ketimpangan dan ketidakadilan sosial.”
KAMIS (24/12), bertepatan 12 Rabiul Awal 1437 H, umat Islam memperingati hari lahir Nabi Muhammad Saw yang dikenal dengan nama Maulid Nabi. Momentum ini seyogianya menggugah umat Islam dan para pemimpin untuk meneladani kepahlawanan Nabi Muhammad Saw sebagai sosok pemimpin yang merakyat. Khusus untuk para pemimpin yang terpilih dalam pilkada kemarin harus menjadikan Nabi sebagai figur teladan yang diikuti perjuangannya dalam memberdayakan rakyat. 
Dalam Alquran, sifat Nabi Muhammad adalah rasul (seseorang yang diberi wahyu dan mengajarkan kepada manusia), min anfusikum (orang yang track record-nya sudah diketahui dan teruji secara mendalam), ‘azizun alaihi ma’anittum (tidak tega melihat sesuatu yang memberatkan dan menyusahkan umat), harishun ‘alaikum (proaktif mengembangkan potensi umat dalam berbagai bidang), dan bil mu’minina raufun rahim (mempunyai sifat kasih sayang terhadap orang-orang mukmin). Sifat-sifat ini dilengkapi dengan empat sifat utama, yaitu sidiq (jujur), amanah (akuntabel), tabligh (komunikatif), dan fathanah (visioner). Semua sifat ini mendorong Nabi mencurahkan segala kemampuan sampai titik darah penghabisan untuk mengeluarkan umat dari belenggu kemiskinan, kebodohan, penindasan, dan kezaliman menuju kehidupan yang bahagia, merdeka, dan sejahtera, lahir dan batin. 
Dalam hadis yang terkenal Nabi bersabda ”sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain”. Sifat-sifat Nabi ini mewarnai seluruh perjalanan hidup beliau sehingga namanya harum dalam hati para sahabat dan menjadi teladan seluruh umatnya sepanjang masa. Beliau suka memaafkan kesalahan para sahabat, memohon ampunan dosa-dosa mereka, dan mengajak mereka bermusyawarah dalam memutuskan sesuatu, khususnya yang berkaitan dengan masa depan mereka. Nabi selalu mendapat bimbingan Allah dan mempunyai kedudukan istimewa di sisi-Nya (M Quraish Shihab, 2007:70). Moh Iqbal menyebut Nabi Muhammad sebagai sosok yang ingin melakukan perubahan besar di muka bumi sesuai dengan nilai-nilai ketuhanan yang diajarkan Allah.
Idealisme pemikiran Nabi diwujudkan dalam idealisme pergerakan. Nabi ingin menjadi orang yang memberikan kemanfaatan besar bagi umat manusia dengan menegakkan nilai-nilai keadilan, persaudaraan, dan kebahagiaan lahir dan batin. Meskipun harus melalui hambatan dan tantangan yang besar, Nabi melaluinya dengan penuh keyakinan, optimisme dan kepercayaan diri tinggi sehingga kesuksesan besar diraih. Dalam bahasa Antonio Gramsci, Nabi adalah sosok intelektual organik yang berjuang secara aktif di tengah-tengah umat untuk mewujudkan keadilan dan kemakmuran di muka bumi. Nabi bukan sosok yang berpangku tangan melihat penderitaan umat. 
Segenap jiwa raga dicurahkan untuk kebahagiaan umat. Dalam Alquran dijelaskan bahwa orang-orang yang berjuang akan diangkat derajatnya dibanding mereka yang berpangku tangan dan pasif melihat ketimpangan dan ketidakadilan sosial. Keteladanan hebat Nabi ini harus menginspirasi seluruh umat Islam, khususnya para pemimpin. Mereka harus berjuang secara maksimal untuk membahagiakan orang lain, khususnya rakyat kecil yang membutuhkan pertolongan. Menurut KH MA Sahal Mahfudh (1994), sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain secara luas lebih baik dari pada sesuatu yang manfaatnya terbatas (almuta’addi afdhalu minal qashir). Dari kaidah ini, para pemimpin harus mendarmabaktikan hidupnya untuk kebahagiaan rakyat. Kebahagiaannya terletak kepada kebahagiaan rakyat. Melihat keteladanan Nabi Muhammad yang luar biasa dalam aspek sosial inilah, maka menurut Abdurrahman Wahid (1999), dalam Islam ada rukun tetangga yang terinspirasi dari QS Al- Baqarah ayat 177. Sosialisasi rukun tetangga ini sangat penting mengingat mayoritas umat Islam masih memaknai ajaran agama secara individual, karena yang terpatri dalam jiwanya adalah rukun iman dan rukun Islam yang masih dipahami secara individualistik. Oleh sebab itu, dibutuhkan jembatan untuk membumikan spirit kepedulian sosial Islam dalam rukun tetangga. 
Tiga prinsip utama dalam Alquran, yaitu persamaan, musyawarah, dan keadilan mengokohkan aplikasi rukun tetangga dalam rangka membangun masyarakat yang adil dan makmur. Salah satu wujud utama rukun tetangga dalam Islam yang harus dimotori oleh para pemimpin adalah kerja-kerja voluntarisme atau philanthropy (kedermawanan) dalam bentuk zakat, infak, sedekah, dan amal saleh. Islam mengecam orangorang yang tidak peduli kepada orang lain sebagai pendusta agama, yaitu orang yang membiarkan nasib anak yatim dan fakir miskin (AQodri Azizi, 2002). 
Perintah Allah dan Nabi Muhammad sudah sangat jelas, bahwa kepedulian sosial adalah ruh utama agama Islam yang harus diejawantahkan umat Islam dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk kerja-kerja sosial yang bermanfaat bagi orang lain, baik dalam jangka pendek, menengah, dan panjang. Apatisme sosial adalah penyakit yang dibenci Islam karena pengingkaran terhadap prinsip kemanusiaan substansial yang diperjuangkan Islam. Dari keterangan di atas menjadi jelas bahwa umat Islam, khususnya para pemimpin, harus mengikuti jejak Nabi Muhammad Saw yang besar simpati dan mereka yang sudah dilanda kesusahan dan kesempitan hidup. Simpati dan empati ini tidak sekedar lips service, tapi dibuktikan dengan kontribusi dan partisipasi aktifnya dalam memberikan pertolongan secara maksimal, apakah dalam bentuk pencarian jenazah dan pasokan makanan, atau dalam bentuk yang lain, seperti pengobatan, pakaian, tempat tinggal, pendidikan dan lain-lain, sesuai dengan kapasitas masing-masing. Momentum Maulid Nabi Muhammad Saw ini harus mendorong para pemimpin di negeri ini untuk merakyat, yakni melahirkan dan mengaplikasikan kebijakan-kebijakan yang memajukan potensi rakyat dan menghilangkan kesusahan dan penderitaan mereka. Jangan sampai pemimpin justru menjadi biang kesusahan dan penderitaan rakyat dengan alasan apapun. Sektor riil harus diperhatikan supaya pertumbuhan dan pemerataan pembangunan dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, khususnya kelas menengah ke bawah.(50)
— Jamal Ma’mur Asmani, Pengurus Rabithah Ma’ahid Islamiyyah (Asosiasi Pondok Pesantren NU) Jawa Tengah dan Ketua Prodi Zakat Wakaf Institut Pesantren Mathali’ul Falah (IPMAFA) Pati.
Share To:

Post A Comment:

1 comments so far,Add yours